PELAJARAN DARI SEBUAH SEPEDA TUA


Sepeda tua, warnanya kusam, dan tidak ada kata modern untuk sepeda ini. Inilah sepeda Ayah Budi, yang sudah ketinggalan zaman dan pantas untuk masuk museum.
Terlepas dari kata kuno atau tidak, Ayah Budi sangat mencintai sepeda tuanya, kendati di rumahnya juga ada motor. Sebagai bukti, Ayah Budi yang bekerja sebagai salah satu guru SD selalu naik sepeda tua ini saat berangkat dan pulang mengajar.
“Sepeda ini berhasil Ayah beli dari uang hasil keringat Ayah sendiri saat Ayah pertama kali bekerja sebagai buruh”, kata Ayah. “Ayah masih naik sepeda ini karena sepeda ini telah berjasa bagi Ayah”,sambungnya.
Ayah sangat menghargai sepedanya, namun tidak dengan Budi. Ia malah malu karena ia kerap kali menjadi bahan ejekan temannya gara-gara sepeda itu.
Berkali-kali ia minta ayahnya agar mengganti sepedanya karena ia malu. Ayah menjawab, “Kenapa harus malu? Kan Ayah yang memakai sepeda itu”. Kalimat itu membuat Budi tak berkutik.
Namun, Budi tetap ingin Ayahnya mengganti sepeda itu. Ia tidak ingin ayahnya naik sepeda tuanya.
Suatu ketika di malam hari, ban sepeda itu dibocor oleh Budi dengan paku, dan keesokan paginya sang Ayah kaget dan heran karena sebelumnya sepedanya tidak bocor.
Saat melihat Budi, Ayah mencekal tangannya dan berkata, “Budi, Ini pasti perbuatanmu!. Kalau benar kau yang melakukannya namun kau tidak mengakuinya, maka uang SPPmu Ayah stop!”.
Budi tidak dapat berkutik dengan ancaman ayahnya itu. Antara  jengkel dan takut, Ia pun mengakui perbuatannya karena ia takut tidak dapat uang SPP yang menyebabkannya tidak dapat bersekolah.
“Budi, Kau tahu kan kenapa Ayah mencintai sepeda ini?”, Tanya Ayah. Budi pun terbungkam.
“Ayah membeli sepedaini dari hasil keringat Ayah sendiri, dari yang dulu hanya seorang buruh sampai sekarang menjadi seorang guru. Sepeda ini saksi perjalanan hidup Ayah. Lantas apakah Ayah harus mengabaikannya setelah ada yang lebih baik?. Tidak, Budi. Sepeda ini harus tetap dihargai. Kau mengerti?”. Budi pun lalu menangguk.
Sambil tersenyum, Ayahpun berkata, “Nak, Hargailah sesuatu, apapun itu, terutama untuk sesuatu yang pernah berjasa bagimu, walaupun ada yang lebih baik dari sesuatu tersebut”. “Iya, Yah. Mulai sekarang Budi berjanji akan menghargai segala sesuatu”, kata Budi sambil tersenyum. 

Label:

0 komentar:

Posting Komentar


  • Web
  • Blog Anda
  • Visitors

    About Me

    Endraswari Eskamurti
    A public administration student of Sebelas Maret University
    Lihat profil lengkapku

    Blog Search

    Entri Populer

    Followers

    ...cursor

    Diberdayakan oleh Blogger.