Selasa, 18 Juni 2013 |
0
komentar
Golongan yang bermain di
dalam mencari penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sistem
politik tidak lagi didasarkan pada militer dan non-militer, partai dan bukan
partai. Akan tetapi, kekuatan politik dikategorikan ke dalam golongan
‘radikal’, ‘konservatif’, dan ‘moderat’.
Golongan Radikal menghendaki
supaya jangan diberikan kesempatan kepada mereka yang berkolaborasi dengan
rezim Orde Lama. Dalam menegakkan suatu kestabilan, hendaklah dilakukan oleh
mereka yang bersih dari pengaruh Orde Lama. Pemuka dalam golongan radikal ini
datang dari kalangan yang lebih condong untuk berpaling ke Barat dalam
mengambil contoh untuk mengatur kehidupan politik dan ekonomi di Indonesia.
Golongan Konservatif lebih
diwarnai oleh politik sipil juga menghendaki pembersihan terhadap sisa-sisa
rezim Orde Lama, namun menghendaki peranan yang besar dalam politik Indonesia.
Golongan ini menghendaki pembangunan yang benar-benar didasarkan kepada
kekuatan modal dari dalam negeri. Golongan Konservatif melihat bahwa pengaturan
masyarakat lebih baik menggunakan unsur yang terdapat di dalam masyarakat
sendiri, serta pengambilan keputusan melalui musyawarah dan mufakat.
Sementara itu, Golongan
Moderat lebih memilih suatu pengambilan keputusan melalui tradisi yang khas
Indonesia. Sehingga pada waktu itu, secara tahap demi tahap Jenderal Soeharto
memperkecil peranan politik Soekarno, yang kemudian dengan keputusan politik
MPRS Maret 1967, peranan Soekarno berakhir. Begitu pula mengenai sistem
kepartaian.
Kompromi kemudian menjadi
dasar kehidupan kepartaian, yaitu disamping wakil partai politik duduk pula
wakil golongan fungsional dan ABRI dalam lembaga perwakilan. Jenderal Soeharto
menolak sistem dua partai seperti yang diusulkan oleh golongan radikal. Tetapi,
dia juga tidak melihat kemungkinan yang baik dengan sistem banyak partai
seperti yang dipertahankan oleh golongan konservatif. Lalu, kompromi yang diterima
ialah pola empat fraksi : Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi
Pembangunan, Golongan Karya, dan ABRI di dalam DPR dan MPR. Dan terlebih dahulu
meletakkan dasar pembangunan lima tahun pertama, sehingga dalam pembangunan
lima tahun kedua apa yang menjadi keberatan golongan konservatif terhadap
ide-ide golongan radikal diperhatikan dengan memberikan fasilitas yang lebih
banyak kepada usahawan pribumi serta memperbesar anggaran pembangunan sektor
sosial.
Sumber :
Sistem Politik Indonesia "Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, dan Pembangunan"
Karya : Drs. Arbi Sanit
Label:
KNOWLEDGES,
UKD
0 komentar:
Posting Komentar