Selasa, 18 Juni 2013 |
0
komentar
Sebagai
kekuatan politik untuk merealisir Demokrasi Pancasila, ABRI harus memenuhi
persyaratan pokok, yakni penerimaan dan kepercayaan masyarakat.
Masalah utama yang berkenaan
dengan penerimaan masyarakat ialah bagaimana prosedur pengakuan itu berlangsung
di dalam proses kehidupan politik. Sebab, sangat ganjil jika ABRI sebagai
bagian dari eksekutif bersaing dengan partai politik yang swasta; di dalam
suatu pemilihan umum sebagai sarana legitimasi kekuasaan politik.
Semenjak lumpuhnya politik
Demokrasi Terpimpin, pandangan masyarakat mengenai partai menjadi kurang baik.
Disamping peranan partai yang sudah merosot, muncul suatu anggapan bahwa partai
adalah penyebab ketidakstabilan politik.
Suasana ini menimbulkan
problema bagi ABRI. Pertama, bagaimana caranya untuk memperoleh legitimasi
melalui pemilihan umum. Kedua, bagaimana bentuk organisasi yang akan mendukung
ABRI. Dengan pertimbangan diatas didampingi oleh maksud untuk membangun, maka
ABRI melihat bahwa lebih mungkin untuk bekerjasama dengan birokrasi.
Keterikatan birokrasi terhadap struktur masyarakat tidak seerat antara ikatan
partai politik dengan sifat dan struktur masyarakat. Lalu dengan melihat bahwa
masyarakat terbentuk atas berbagi kelompok kepentingan, dibentuklah Golongan
Karya.
Dengan demikian, berbagai kepentingan yang hidup dan tumbuh di dalam masyarakat Indonesia, disalurkan dan diwakili melalui suatu lembaga yang terorganisir dari pusat sistem politik, yaitu Golongan Karya.
Sumber :
Sistem Politik Indonesia "Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, dan Pembangunan"
Karya : Drs. Arbi Sanit
Label:
KNOWLEDGES,
UKD
0 komentar:
Posting Komentar